Persiapan Inovatif Tim Pengabdi UNTAD: Pendeteksi Banjir dan Pengendalian Kaki Seribu di Air Terjun Wera

Sigi – Dalam upaya menggairahkan kembali kawasan ekowisata Air Terjun Wera di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, tim dosen Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako (UNTAD) memulai kegiatan pengabdian masyarakat bertajuk “Pemberdayaan Kelompok Siaga Bencana melalui Flood Early Warning System dan Pengendalian Kaki Seribu untuk Menggairahkan Kembali Ekowisata Air Terjun Wera.”

Pengabdian ini merupakan bagian dari komitmen akademisi UNTAD dalam menggabungkan teknologi, pemberdayaan masyarakat, dan konservasi lingkungan. Ketua tim, Mardi, bersama anggota tim Unggul Wahyono dan Delthawati, telah melaksanakan tahap awal kegiatan berupa pengambilan sampel dan uji coba alat.

Menurut Delthawati, pada kegiatan yang berlangsung hari ini, tim masih berada pada tahap awal. “Tadi kegiatannya, Pak, baru persiapan. Kami mengambil sampel kaki seribu untuk dijadikan bahan pakan ternak ayam, dan juga melakukan uji coba awal alat untuk pendeteksi banjir,” ujar Delthawati saat diwawancarai di lokasi kegiatan.

Dua Isu, Satu Solusi Inovatif

Kegiatan ini memiliki dua fokus utama: pengendalian hama kaki seribu yang kerap mengganggu kawasan wisata, serta pengembangan sistem peringatan dini banjir (Flood Early Warning System) yang bertujuan meningkatkan kesiapsiagaan kelompok siaga bencana di sekitar wilayah Air Terjun Wera.

Kawasan Air Terjun Wera, yang dulunya menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan lokal dan nasional, mengalami penurunan kunjungan dalam beberapa tahun terakhir. Selain dampak bencana banjir yang sempat merusak akses dan fasilitas, keberadaan populasi kaki seribu yang tinggi turut mengganggu kenyamanan wisatawan dan warga sekitar.

Delthawati menjelaskan, pendekatan tim bukan hanya sekadar mengendalikan hama, tetapi juga memanfaatkannya secara ekonomis. “Kami sedang mengembangkan ide untuk menjadikan kaki seribu sebagai bahan pakan alternatif ternak ayam. Ini adalah pendekatan ekologi dan ekonomi sekaligus. Kami ingin masyarakat bisa mengelola hama ini menjadi potensi,” jelasnya.

Penerapan Teknologi Peringatan Dini Banjir

Sementara itu, Unggul Wahyono, yang bertanggung jawab dalam aspek teknis sistem deteksi banjir, menjelaskan bahwa alat yang sedang diuji dirancang agar dapat memberikan peringatan cepat dan murah kepada masyarakat sekitar. Sistem ini akan mengandalkan sensor berbasis IoT (Internet of Things) yang mampu membaca ketinggian air dan mengirimkan peringatan melalui sinyal audio dan pesan teks ke warga yang tergabung dalam kelompok siaga bencana.

“Uji coba awal kami lakukan hari ini untuk melihat respons sensor terhadap perubahan tinggi air. Jika alat ini berjalan baik, maka kami akan pasang permanen di dua titik rawan banjir di sekitar aliran sungai yang menuju Air Terjun Wera,” ungkap Unggul.

Selain pengujian alat, tim juga mulai menjajaki koordinasi dengan kelompok siaga bencana lokal serta pihak desa untuk memastikan alat ini nantinya dapat dioperasikan secara mandiri oleh masyarakat.

Sinergi antara Teknologi, Lingkungan, dan Masyarakat

Ketua tim pengabdi, Mardi, menyampaikan bahwa program ini adalah bentuk konkret dari tridharma perguruan tinggi, khususnya dalam aspek pengabdian kepada masyarakat berbasis hasil riset dan kebutuhan lokal.

“Kami melihat bahwa kawasan Air Terjun Wera memiliki potensi luar biasa untuk dikembangkan kembali sebagai kawasan ekowisata. Tapi tentu saja, perlu ada intervensi terhadap faktor-faktor yang menghambat, seperti ancaman banjir dan hama kaki seribu. Maka, kami hadir dengan pendekatan terpadu: teknologi, edukasi, dan pemberdayaan,” tutur Mardi.

Ia menambahkan bahwa pengabdian ini tidak hanya akan memberikan solusi sementara, tetapi juga mendorong kemandirian masyarakat dalam menjaga dan mengembangkan wilayah mereka. “Kelompok siaga bencana adalah mitra utama kami. Kami ingin mereka tidak hanya menjadi pelaksana mitigasi, tapi juga inovator dan pengelola sumber daya lokal,” jelasnya.

Langkah Selanjutnya

Setelah tahap persiapan ini, tim akan melanjutkan dengan pelatihan bagi kelompok masyarakat terkait operasional dan perawatan alat Flood Early Warning System. Di waktu bersamaan, akan dilakukan pengolahan sampel kaki seribu di laboratorium untuk mengkaji kandungan nutrisinya sebagai pakan alternatif unggas.

Jika hasil uji coba dan analisis menunjukkan potensi yang tinggi, maka tahap selanjutnya adalah pendampingan untuk produksi pakan secara sederhana oleh warga, serta pembuatan prototipe alat deteksi banjir yang lebih ekonomis agar bisa direplikasi di desa-desa lain.

Selain manfaat teknis, Mardi dan tim berharap kegiatan ini bisa membuka peluang baru bagi warga untuk membangun usaha kecil berbasis sumber daya lokal yang ramah lingkungan. Dalam jangka panjang, diharapkan kawasan Air Terjun Wera kembali hidup dan menjadi ikon ekowisata andalan Sigi, sekaligus wilayah yang tangguh terhadap bencana.

Akhir Kata

Kegiatan pengabdian masyarakat oleh tim dosen Universitas Tadulako ini menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan pemberdayaan masyarakat dalam mengatasi tantangan lokal. Dengan semangat inovasi dan kepedulian terhadap keberlanjutan, Air Terjun Wera kini bukan hanya menjadi simbol keindahan alam, tetapi juga laboratorium hidup bagi solusi masa depan.

Sebagaimana dikatakan oleh Delthawati, “Kita mulai dari kecil, dari persiapan hari ini. Tapi kami percaya, dampaknya bisa besar jika kita konsisten dan melibatkan masyarakat.”

Terkait