Kearifan Lokal dalam Studi Etnosains tentang Gelombang Laut dan Tradisi Panambe

“Menggali Ilmu Fisika dari Budaya Nelayan Desa Malei”

Palu, Mei 2025 — Dalam rangka mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan kearifan lokal, mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Tadulako melakukan studi lapangan yang menarik dalam mata kuliah Pembelajaran Berbasis Etnosains , yang dibina oleh Gustina, M.Pd. . Hasilnya dipresentasikan secara penuh antusiasme dalam sesi akhir perkuliahan, dengan judul karya: “Analisis Gelombang Laut dan Fluida dalam Tradisi Panambe di Desa Malei untuk Pembelajaran Fisika Kontekstual.”

Etnosains: Menghubungkan Budaya dan Sains

Kegiatan ini merupakan salah satu upaya penting dalam pembelajaran sains berbasis budaya, atau yang dikenal sebagai etnosains (ethnoscience) —suatu pendekatan yang melihat bagaimana masyarakat lokal memahami dan menjelaskan fenomena alam sekitar mereka, termasuk dalam konteks fisika.

Desa Malei, sebuah desa nelayan di wilayah Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, menjadi lokasi studi karena memiliki tradisi unik yang disebut Panambe , yaitu cara tradisional masyarakat dalam mencari ikan menggunakan alat berupa jaring besar dan teknik pengaturan arus air laut.

Dalam praktiknya, para nelayan harus memahami pola gelombang laut, arus, serta sifat-sifat fluida untuk dapat menentukan waktu dan tempat terbaik dalam menangkap ikan. Di sinilah letak keterkaitan erat dengan konsep-konsep fisika modern seperti gelombang, dinamika fluida, tekanan hidrostatis, dan prinsip Archimedes .

Studi Lapangan

Sebelum mempresentasikan hasilnya, para mahasiswa melakukan observasi langsung ke Desa Malei selama beberapa hari. Mereka terlibat dalam wawancara mendalam dengan tokoh-tokoh adat, nelayan setempat, serta menyaksikan langsung pelaksanaan tradisi Panambe.

Selain itu, mereka juga merekam data visual berupa video dan foto, serta mencatat deskripsi verbal dari masyarakat tentang cara mereka membaca kondisi laut, arus, serta perubahan cuaca sebelum turun menangkap ikan.

Mahasiswa Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako Angkat Kearifan Lokal dalam Studi Etnosains tentang Gelombang Laut dan Tradisi Panambe

Hasil studi ini kemudian dirumuskan menjadi laporan lengkap yang membandingkan antara pemahaman tradisional masyarakat dengan konsep fisika modern , sekaligus merancang bagaimana pemahaman tersebut bisa dikemas menjadi media pembelajaran fisika yang kontekstual dan bermakna bagi siswa.

Presentasi Penuh Makna

Saat presentasi di ruang kelas FKIP Universitas Tadulako, mahasiswa tampil percaya diri, didampingi oleh Gustina, M.Pd., yang memberikan masukan konstruktif atas penyajian materi. Setiap kelompok menampilkan slide yang memuat:

  • Gambaran umum tradisi Panambe
  • Analisis konsep fisika dalam aktivitas nelayan
  • Perbandingan antara konsep lokal dan ilmiah
  • Rancangan pembelajaran berbasis etnosains untuk topik gelombang dan fluida

Salah satu kelompok bahkan membuat simulasi sederhana penggunaan model arus dan gelombang menggunakan media sehari-hari, seperti baskom, air, dan batu, untuk meniru kondisi sungai dan laut di Desa Malei.

Menurut mahasiswa, proses ini membuka perspektif baru bahwa ilmu fisika tidak hanya datang dari buku, tetapi juga bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat lokal.

“Awalnya saya pikir fisika itu rumit, tapi ternyata nelayan di Malei sudah mengaplikasikan prinsip-prinsip fisika tanpa mereka sadari,” ujar salah satu mahasiswa, Indra Pratama, saat menjelaskan temuan kelompoknya.

Penguatan Nilai Budaya dalam Pembelajaran Sains

Gustina, M.Pd., selaku dosen pembina, sangat mengapresiasi semangat mahasiswa dalam mengeksplorasi nilai-nilai budaya lokal sebagai bagian dari pembelajaran sains.

“Ini adalah contoh nyata bagaimana kita bisa menghargai kearifan lokal sekaligus menjadikannya sebagai pintu masuk untuk memahami konsep-konsep sains yang lebih luas,” ujarnya saat memberikan evaluasi.

Ia menambahkan bahwa pendekatan etnosains seperti ini sangat relevan untuk meningkatkan kecintaan siswa pada budaya daerah sekaligus memperkuat pemahaman mereka terhadap konsep sains .

Langkah Awal Menuju Guru Inovatif dan Berbudaya

Melalui kegiatan ini, mahasiswa tidak hanya belajar tentang fisika, tetapi juga diajak untuk menjadi calon guru yang sensitif terhadap budaya, inovatif dalam pembelajaran, serta peduli terhadap konteks sosial dan lingkungan siswanya .

Ke depannya, hasil studi ini direncanakan akan dikembangkan menjadi modul pembelajaran berbasis budaya yang bisa digunakan di sekolah-sekolah, terutama dalam topik gelombang dan fluida di tingkat SMA/SMK.

Terkait