Integrasikan Budaya ke dalam Pembelajaran Fisika, Mahasiswa Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako Kunker ke Industri Tenun Tradisional di Donggala

Implementasikan pendekatan pembelajaran yang kontekstual dan berakar pada budaya lokal, mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako melakukan kunjungan studi lapangan ke Desa Wani, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala. Kunjungan ini merupakan bagian dari mata kuliah Pembelajaran Berbasis Etnosains , yang bertujuan untuk memperkaya wawasan mahasiswa tentang keterkaitan antara ilmu pengetahuan modern dengan praktik tradisional dalam kebudayaan setempat.

Sejak awal perkuliahan, mata kuliah ini dipandu oleh Dr. Nurasyah Dewi Napitupulu, M.Si., yang membuka ruang diskusi tentang pentingnya integrasi nilai-nilai budaya dalam pembelajaran sains, khususnya fisika. Ia menekankan bahwa pendidikan sains tidak harus terlepas dari akar budaya masyarakat. Dengan pendekatan etnosains, konsep-konsep fisika dapat diajarkan melalui lensa budaya sehingga lebih bermakna dan mudah dipahami oleh siswa.

Memasuki pertengahan semester, giliran Muhammad Zaky, S.Pd., M.Pd., sebagai dosen pengampu kedua, membimbing mahasiswa untuk turun langsung ke lapangan sesuai dengan Rencana Pembelajaran Semester (RPS). Desa Wani, yang dikenal sebagai pusat produksi kain tenun tradisional Pantanu, menjadi lokasi ideal untuk observasi dan penerapan teori etnosains secara langsung.

Sesampainya di Desa Wani, mahasiswa langsung disambut hangat oleh para pengrajin tenun yang telah turun-temurun menjaga warisan budaya tersebut. Dalam kunjungan ini, mereka diberikan kesempatan untuk mengamati proses pembuatan kain tenun mulai dari pemintalan benang hingga penganyaman menggunakan alat tenun tradisional. Selain itu, mahasiswa juga melakukan wawancara mendalam dengan para perajin untuk memahami teknik-teknik yang digunakan serta filosofi di balik motif-motif khas kain Pantanu.

“Kami ingin mahasiswa menyadari bahwa banyak prinsip fisika yang sebenarnya sudah diterapkan secara intuitif oleh para pengrajin,” ujar Muhammad Zaky saat memberikan arahan sebelum kunjungan dimulai.

Selama kunjungan, mahasiswa mencatat dan mendokumentasikan seluruh proses pembuatan kain tenun, termasuk penggunaan alat-alat tradisional seperti alat pemintal benang, kayu tenun, dan sistem roda yang digunakan dalam proses penenunan. Setelah kembali ke kampus, data yang dikumpulkan dianalisis secara ilmiah untuk mengidentifikasi konsep-konsep fisika yang relevan dalam setiap tahap pembuatan kain.

Beberapa konsep fisika yang berhasil diidentifikasi antara lain adalah tegangan dan elastisitas benang saat dipintal dan ditenun, gaya gesek antara alat dan benang selama proses pemintalan, serta prinsip perpindahan panas selama proses pengeringan kain. Data ini kemudian dirancang menjadi media pembelajaran interaktif yang bisa digunakan di sekolah-sekolah mitra.

Menurut salah satu mahasiswa, Syafikah Nur, pengalaman ini sangat membuka perspektif baru baginya. “Saya tidak menyangka bahwa dalam proses tenun ada begitu banyak prinsip fisika yang diterapkan, bahkan tanpa mereka sadari. Ini membuat saya semakin yakin bahwa kita bisa mengajarkan fisika dengan cara yang lebih dekat dan relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa,” katanya.

Setelah proses analisis selesai, mahasiswa menyampaikan hasil proyek mereka kepada guru-guru fisika di beberapa sekolah menengah di Kota Palu. Media pembelajaran yang dibuat tidak hanya membantu guru dalam menyampaikan materi secara lebih kontekstual, tetapi juga memberikan siswa pengalaman belajar yang autentik dan bermakna.

Dr. Nurasyah Dewi Napitupulu menilai bahwa kegiatan ini merupakan langkah penting dalam pengembangan kurikulum fisika yang lebih inklusif dan berakar pada budaya lokal. “Melalui pendekatan etnopedagogi, kita tidak hanya mengajarkan fisika sebagai ilmu abstrak, tetapi juga sebagai bagian dari kehidupan nyata masyarakat sekitar,” tuturnya.

Kunjungan industri tenun ini juga menjadi ajang silaturahmi antara dunia akademik dan komunitas lokal. Para pengrajin menyambut baik inisiatif ini dan berharap agar kolaborasi semacam ini dapat terus berlanjut di masa depan. Tak hanya itu, beberapa guru yang menerima presentasi dari mahasiswa menyatakan siap mengadopsi metode pembelajaran ini dalam kurikulum mereka.

Dengan semangat kolaboratif dan inovasi pedagogis, Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako membuktikan bahwa pendidikan sains dapat menjadi jembatan antara tradisi dan teknologi, antara budaya lokal dan ilmu pengetahuan modern. Melalui pendekatan etnosains, mahasiswa tidak hanya dilatih untuk menjadi guru yang profesional, tetapi juga sebagai agen perubahan yang mampu menghadirkan pembelajaran yang relevan, kontekstual, dan berkelanjutan.

Terkait